KI kali ini digelar serentak di 3 kota yakni Bekasi, Tangerang dan Bogor. Kebetulan saya berada dalam kelompok 3 yang diberi mandat mengajar di SDN Kayuringin 19 kota Bekasi.
Menjadi relawan pengajar di Kelas Inspirasi adalah step kesekian dari periode hidup saya. Sebelumnya saya sudah familiar dengan dunia pendidikan dan ajar-mengajar karena sejak tahun 2007 sudah nyambi mengajar di sebuah PTS di Jakarta.
Tetapi mengajar anak SD adalah pengalaman pertama saya. Beberapa kawan yang pernah ikut program ini menyarankan untuk mempelajari cara mengajar anak SD dari pengalaman saat kita jadi murid jaman dulu. Wah, pekerjaan rumah yang lumayan sulit, mengingat rentang masa yang terpaut cukup jauh. Saran ini sengaja saya abaikan.
Kami di KI juga diwajibkan membuat lesson plan, semacam panduan mengajar agar waktu 45 menit di kelas menjadi efektif. Saran ini saya ikuti. Saya mencoba membuat lesson plan sederhana yang sengaja tidak terlalu detil karena garis besarnya sudah saya kuasai di luar kepala.
Di hari-H ternyata segala macam teori dan lesson plan tidak berlaku. Apa yang saya hadapi benar-benar di luar dugaan. Saat mengajar siswa kelas 6 situasi aman terkendali, umumnya mereka juga masih meraba-raba gaya saya mengajar. Interaksi terjadi sesuai harapan. Mereka cukup kooperatif, bisa mengikuti apa yang saya rencanakan. Bahkan di kelas ini saya merasa kekurangan waktu. Waktu berlalu terlalu cepat sementara keakraban baru saja terjalin dengan indahnya.
Tantangan berikutnya adalah saat mengajar di kelas 2. Benar-benar butuh kesabaran ekstra lebar menjadi pendidik di kelas anak-anak yang usianya ‘kecil’ ini. Di awal mereka bisa mengikuti ‘irama’ yang saya ciptakan, namun di pertengahan saya nyaris kehilangan kontrol karena melihat hal-hal yang ajaib di depan mata.
Misalnya, saat saya berkomunikasi dengan siswa di sayap kanan, riba-tiba dari sayap kiri ada seorang siswa perempuan yang menangis karena dipukul teman lelakinya. Waduh..
Kali lain, saat saya ajak mereka melakukan permainan di kelas, beberapa anak malah asyik bermain di bawah kolong meja. Sementara dari bagian belakang beberapa anak main lempar-lemparan kertas.
Melihat tingkah polah anak-anak yang di luar dugaan itu saya cuma bisa membatin, “hebat benar stok kesabaran guru-guru SD ya!”. Segala ilmu yang pernah saya pelajari di bangku kuliah nyaris tak ada artinya saat melihat adegan di kelas tadi. Di sinilah perlunya kita memiliki stok kesabaran yang berlebih menghadapi anak-anak.
Pada dasarnya usia SD adalah masa dimana anak-anak masih bermain. Karenanya saya tak bisa bayangkan jika di usia tersebut mereka dibebani dengan banyaknya mata pelajaran yang harus mereka kuasai.
Dari pengalaman sehari mengajar di Kelas Inspirasi ada beberapa catatan saya yang perlu jadi perhatian bagi relawan berikutnya jika akan mengajar di KI.
Pertama, bebaskan pikiran anda untuk berbagi kisah profesi tanpa dibebani kata “mengajar”. Karena pada dasarnya relawan bukanlah guru yang mempunyai ilmu mengajar. Dengan konsep sharing, kita akan makin mudah membawa ‘gaya’ kita masuk ke alam pikir anak-anak.
Kedua, jangan kaku dan terpaku pada Lesson Plan. Apa yang kita rencanakan dengan baik memang prinsipnya tak akan meleset terlalu jauh. Namun khusus untuk mengajar kelas kecil seperti kelas 1 atau kelas 2, biarkan kita mengajar dengan cara mengalir mengikuti flow yang ada di kelas.
Ketiga, gunakan alat bantu mengajar yang interaktif berupa gambar, video, foto, kartu belajar, boneka atau puzzle. Penggunaan barang-barang seperti itu terbukti mampu ‘merampok’ perhatian anak-anak untuk mau mendengarkan dan mengikuti presentasi kita di depan kelas. Alat bantu juga efektif menarik perhatian saat sebagian anak-anak mulai tidak fokus di kelas.
Keempat, berikan apresiasi yang wajar saat anak-anak mampu menjawab pertanyaan atau permainan yang kita buat di kelas. Berikan benda yang kecil dan unik seperti stiker lucu, pensil hias, atau apapun yang membuat mereka dihargai pendapatnya. Atau cukup dengan pujian atau pelukan biasanya mereka juga sangat antusias. Namun ingat, ini bukan keharusan dan bukan satu-satunya cara memberikan reward bagi anak-anak di kelas.
Kelima, jika situasi berubah kacau balau, misalnya ada anak-anak yang nangis, berkelahi, atau naik-naik ke atas meja, gunakan cara ‘mengajar’ yang lain seperti menggelar games atau permainan. Cara ini cukup ampuh ‘mengerem’ energi berlebih sejumlah anak.
Keenam, niat ikutan KI adalah mencoba berbagi inspirasi. Nyatanya justru saya mendapat banyak inspirasi dari anak-anak yang saya ajar. Seperti pernyataan, saya gak mau jadi wartawan karena jarang di rumah, sering ninggalin keluarga! Waduh, tak menyangka saya dapat pernyataan dari anak SD seperti itu. Meski dalam hati membenarkan, ternyata kemampuan analisis dan pengetahuan mereka luar biasa dibandingkan anak-anak SD jaman saya dulu. Saya juga dibuat terperangah saat ada anak yang bercita-cita jadi astro boy dan astronot!
Hingga berakhirnya Kelas Inspirasi, saya sempat merenungkan apakah yang kami bagikan di Kelas Inspirasi punya dampak bagi anak-anak? Ataukah hanya kegiatan tanpa tujuan? Tapi sudahlah, sekecil apapun itu saya yakin kegiatan ini punya dampak di kemudian hari. Setidaknya anak-anak tak lagi beranggapan kelak saat besar mereka hanya bisa jadi profesi tertentu yang mainstream, yang kerap mereka sebutkan saat ditanyakan guru di kelas.
Sebab melalui Kelas Inspirasi, anak-anak Indonesia dikenalkan dengan keberagaman profesi, mulai dari dokter, jurnalis, penulis, presenter, hingga pegawai pajak. Mau jadi apa anak-anak kelak kemudian hari? Semua terserah pada mereka.
Kelas Inspirasi… Bangun Mimpi Anak Indonesia…
Berikut ini adalah video kegiatan Kelas Inspirasi Bekasi yang dibuat videografer Gunawan dan fotografer Adrianus Adri.
@syai_fuddin