Drama skandal bulutangkis olimpiade London yang kemarin terjadi dan menyebabkan 4 pasangan ganda putri -termasuk ganda putri Indonesia Greysia Polii/Meiliana DJauhari didiskualifikasi benar-benar menjadi berita menyesakkan. Disatu sisi kita senang dengan lolosnya pasangan putri kita ke perempat final Olimpiade. Tapi di sisi lain, sangat menyedihkan cara masuknya ke perempat final dengan mencederai semangat sportivitas, yang mana sangat dijunjung tinggi dalam dunia olahraga.
Celakanya skandal ini terjadi di ajang olimpiade, sebuah ajang olahraga yang diikuti dan disaksikan publik dunia. Mestinya Olimpiade dijadikan tolok ukur pencapaian prestasi tertinggi, yang melampaui capaian prestasi di tingkat Asia Tenggara dan Asia. Sebagai ajang tertinggi, perjuangan adalah kata mati yang tak dapat ditawar. Siapa yang berjuang keras, dialah yang akan menikmati manisnya madu kemenangan.
Saya tak percaya jika apa yang ditunjukkan Greysia dan Meiliana murni mereka lakukan sendirian tanpa melibatkan orang lain. Karena dalam sebuah pertandingan olahraga ada peran pelatih sebagai pengatur strategi. Jadi dalam kasus ini kedua atlet kita tak bisa sepenuhnya disalahkan. Mereka melakukannya tentu atas dasar perintah dan instruksi pelatih atau mungkin manajer tim. Tujuannya jelas terhindar dari lawan berat pasangan China.
Strategi dan “pengaturan permainan” adalah dua hal berbeda. Strategi lebih kepada bagaimana kita menyiasati permainan lawan dengan cara mengetahui apa kelebihan dan kekurangan lawan. Dari situ, kita punya taktik untuk meredam dan menjadikannya keunggulan.
Sementara “pengaturan permainan” lebih kepada taktik jahat (tricky), mengakali lawan, ataupun sama-sama mengatur permainan demi kepentingan bersama. Di cabang sepakbola dikenal dengan istilah sepakbola gajah, dimana skor bisa diatur agar kedua tim punya posisi yang aman untuk babak selanjutnya.
Apa yang diperlihatkan ganda putri kita dan 3 pasangan Korsel dan China bisa dikategorikan sebagai pengaturan permainan untuk mengamankan posisi masing-masing. Hasilnya? Permainan basa-basi, kedua pasangan seolah-olah berjuang padahal hanya pura-pura.
Karenanya, saya mendukung keluarnya putusan diskualifikasi bagi ganda kita, meski berarti mengancam tradisi emas Olimpiade. Ini menjadi pelajaran berharga bahwa bagaimanapun nilai sportivitas tetap penting dan harus diletakkan di posisi tertinggi dalam olahraga.
Skandal ini menunjukkan kita memang tak pernah menghargai proses, lebih senang pada paradigma hasil. Mungkin dalam benak mereka terpatri wacana kalau berhasil kan nama kita jadi harum, dapat bonus uang 1 milyar rupiah, dielu-elukan sebagai pahlawan olahraga. Punya angan-angan oke, tapi yang lebih penting adalah bagaimana cara kita berproses menggapai angan-angan itu. Ada tahapannya, melalui perjuangan keras, bukan dengan jalan singkat.
Di saat bangsa ini terpuruk dengan aneka skandal dan kasus korupsi, olahraga sebenarnya menjadi pelipur lara. Karena hanya dari olahraga lah kita masih melihat nilai-nilai agung kejujuran, perjuangan dan sportivitas. PBSI seusai olimpiade mesti serius berbenah, kasus ini menunjukkan ada yang salah dalam cara pandang tim kita untuk menggapai kemenangan.
*foto diambil dari sini