0 0
Read Time:3 Minute, 59 Second
Ulish Anwar in action (foto: BRID)

Ulish Anwar in action (foto: BRID)

Public Speaking itu penting. Seni berbicara di depan publik tidak bisa dianggap remeh. Apa yang kita bicarakan di depan umum merupakan gambaran siapa diri kita sesungguhnya. Karenanya, bicara di depan umum tidak bisa ‘asal’, ada trik dan caranya tersendiri. Setidaknya itu yang coba ditularkan oleh Muchlish Anwar dan Rulli Nasrullah dalam BRIDiscuss sesi pertama, yang digelar 18 Oktober 2014 silam. Acara yang diikuti oleh blogger anggota Blogger Reporter ID (BR_ID) ini digelar di WarunKomando, yang terletak di Jalan Saharjo Jakarta Selatan.

Tampil sebagai pembicara pertama Muchlish Anwar (@Ulish_anwar), motivator dan trainer public speaking ternama. Mas Ulish yang sudah 22 tahun menggeluti dunia public speaking banyak bercerita mengenai latar belakang dirinya bergelut dengan bidang yang bagi sebagian orang itu sulit.

Menurut mas Ulish, ia tertarik dengan Public Speaking karena kerap mengamati orang Indonesia yang kesulitan bicara di depan orang banyak. Iapun mengaku semula mengalami banyak kesulitan bicara di depan orang banyak. Namun berkat latihan dan belajar dari kesalahan masa lalu ia pun perlahan menemukan ‘dirinya’ dan makin jatuh hati dengan Public Speaking.

Ulish Anwar dan Bunda Rabiah, praktek langsung (foto: BRID)

Ulish Anwar dan Bunda Rabiah, praktek langsung (foto: BRID)

Dalam catatan mas Ulish, sebenarnya seorang pembicara itu bisa dikategorikan dalam 3 kelompok besar. Yakni pembicara yang inspiratif, biasa dan membosankan.

Seorang pembicara yang inspiratif itu karena setiap perkataan yang keluar dari mulutnya bisa memberi pencerahan bagi yang mendengarnya. Ia tak membuang-buang banyak kata yang tak perlu. Tiap perkataan tertata dengan sangat baik. Ia pandai mengeluarkan pernyataan dengan penekanan-penekanan khusus agar audiens makin memahami perkataannya.

Sementara itu pembicara yang biasa saja cenderung datar saat berbicara dengan orang lain. Ia tak bisa memainkan emosi audiens. Pembicara jenis ini cenderung main aman, ingin segera selesai. Materi pembicaraannya tak mampu menggerakkan audiens untuk menyerap makna pembicaraannya dengan baik.

Dan yang ketiga dikenal sebagai pembicara membosankan. Pembicara jenis ini tak memiliki daya tarik sama sekali di mata audiens. Beberapa malah membuat audiensnya mengantuk, tidak fokus pada isi pembicaraan. Kondisi ini berpotensi membuat seorang pembicara ditinggalkan oleh audiensnya.

Sebagian peserta BRIDiscuss (foto: BRID)

Sebagian peserta BRIDiscuss (foto: BRID)

Guna menarik perhatian audiens, mas Ulish juga berbagi tips kepada peserta. Menurutnya, untuk membuat pembicaraan menarik seorang public speaker mesti mengolah intonasi dan kecepatan bicaranya. Adakalanya, seorang pembicara berbicara perlahan, namun di saat lain ia bisa meledak-ledak untuk menimbulkan impresi lawan bicaranya. Artinya, dalam satu pembicaraan aturlah speed (kecepatan) bicara agar terus diikuti audiens.

Mas Ulish juga memberi semangat pada peserta untuk terus berlatih. Sebab menurutnya, seni berbicara itu berkaitan erat dengan kesempatan bicara, bukan pada titel, jabatan, atau tingkat pendidikan. Semakin sering digunakan, kemampuan berbicara di depan umum pun akan terasah.

Stand Upper Handal

Sesi kedua diisi paparan menarik sang dosen galau, Rulli Nasrullah alias Kang Arul. Doktor komunikasi dari Universitas Gadjah Mada Yogyakarta ini sukses mengocok perut peserta #BRIDiscuss dengan caranya berbicara yang penuh haha hihi. Kang Arul memang seorang stand upper handal.

Kang Arul, Orator dan stand upper Handal (foto: BRID)

Kang Arul, Orator dan stand upper Handal (foto: BRID)

Menurut Kang Arul, untuk bisa bicara di depan orang dan didengarkan, butuh pengenalan diri lebih dalam. Jika seseorang paham dengan kemampuan dirinya dan tahu siapa dirinya sendiri, maka orang akan mengikuti/ mendengakan apa yang dibicarakan.

Pengetahuan tentang posisi diri saat bicara juga penting. Pembicara mesti tahu di mana posisinya, termasuk juga memahami posisi lawan bicaranya. Ia juga mesti memperhatikan latar budaya lawan bicaranya, sehingga tak akan menyamakan cara berbicaranya di depan tiap orang. Karena tiap orang memiliki pemahaman dan cara pandang berbeda terhadap sesuatu hal.

Doktor Ngesot (foto: BRID)

Doktor Ngesot (foto: BRID)

Satu pesan penting Kang Arul untuk bicara di depan publik, public speaker mesti melibatkan lawan bicaranya. Jangan sekali-kali menjadikan mereka hanya seperti benda mati yang tak berdaya. Dengan adanya interaksi maka pesan yang disampaikan akan lebih mudah sampai.

Event Perdana BRID

BRIDiscuss merupakan event yang baru pertama kali dibuat sendiri oleh para admin BRID. Sebelumnya, anggota BRID kerap mengikuti aneka event yang digelar oleh pihak lain. Dan di penghujung tahun ini BRID mencoba merancang acara sendiri dengan maksud sebagai ajang kopi darat (kopdar) mempererat hubungan antar blogger.

We are BRID Family (foto: BRID)

We are BRID Family (foto: BRID)

Ke depan sejumlah rencana sudah masuk dalam list agenda admin BRID dan siap dieksekusi. Apa acaranya? Tunggu saja tanggal mainnya.

Terima kasih untuk pihak-pihak yang membantu gelaran perdana BRID ini. Mulai dari mas Eko Patrio dan mbak Viona Rosalina yang menyediakan tempat dan makanan yang yummy, duo pembicara Ulish Anwar dan Kang Arul, Sinar Mas Land, serta Asia Wisata yang mendukung kelancaran acara. Semoga tak ada yang kapok mensupport kegiatan BRID di masa depan.

About Post Author

syaifuddin sayuti

Ex jurnalistik tv yang gemar makan dan travelling. social media addict, ex Kepsek Kelas Blogger, admin BRID.
Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %