Black In News, Ini kisah nyata yang bagi saya gak pernah basi. Belanja di minimarket macam Alfamart atau Indomaret memang bikin dongkol. Kalau total belanja bersisa sekian rupiah, mereka jarang ngembaliin pas sesuai angka di mesin cash register. Huh, dasar! Seperti tadi pagi, belanja beberapa makanan kecil buat Ninis sekolah, mestinya kembaliannya ada 75 peraknya, tapi digenepin sama mbaknya. Yang 75 perak dihangusin. Padahal coba aja dihitung kalau ada 100 orang dengan kasus serupa, mereka sudah untung 7.500 perak. Padahal seharinya yang belanja ke tempat macam itu ratusan orang jumlahnya.
Kemana larinya semua uang pelanggan itu? Apakah diambil sang kasir atau menjadi bagian dari keuntungan perusahaan?
Dulu saya termasuk bawel sama si-mbak-mbak itu. Saya bilang, “mbak kembaliannya kurang 50 perak!”.
Si mbak bilang, ” Nggak ada kembaliannya.”
“Lho, kok lucu. Kalau gitu jangan bikin harga seperti itu dong biar konsumen gak merasa ditipu.” Biasanya si-mbak-mbak dengan wajah cembetut gak bisa jawab lagi. Kalau lagi untung dia akan kasih kita kembalian yang berlebih. Mestinya 75 perak, dikasih bonus 25 perak jadi 100.
Saya sendiri sudah sampai pada taraf malas mengingatkan kasir-kasir ‘nakal’ macam itu. Tapi sesungguhnya sikap seperti saya makin menyuburkan tindak sewenang-wenang yang merugikan banyak orang.
Mestinya ada Komisi Perlindungan Konsumen turun tangan. Karena praktek ini sudah berjalan cukup lama. Ini tidak fair, konsumen banyak dirugikan.
Bayangkan saja jika mereka punya ratusan jaringan toko di seluruh tanah air dan melakukan praktek curang semacam itu, alangkah bahayanya posisi konsumen disini. Kita seolah belanja murah, tapi ternyata uang kita digerogoti oleh mereka dengan cara tidak fair.
Karena kalau hanya setingkat YLKI, mereka tidak cukup bergigi untuk menekan pelaku kecurangan. Karena bukti di lapangan sulit dilacak. Praktek semacam ini sulit dideteksi karena biasanya kasir memanfaatkan kemalasan konsumen menghitung uang kembalian.
Sebagai konsumen mestinya kita sadar ada hak kita yang dilanggar, dan mestinya semua kompak bersuara. Stop praktek bisnis curang semacam itu. Kembalikan uang kembalian yang menjadi hak konsumen. Jika mereka mengambil satu sen saja, itu berarti pencurian.
Meski biasanya saya menggerutu, tetap saja saya datang dan bermasalah dengan kasir-kasir itu. Kalau sedang belanja banyak saya akhirnya lebih senang menggunakan kartu debit. Dengan membayar menggunakan kartu, jumlah yang harus kita bayar sama dengan nilai belanja. Tak ada yang dilebihkan atau dikurangi. Tapi ini jelas tidak menyelesaikan masalah..
Saya kira penyelenggara negara dalam hal ini Departemen Keuangan lah yang paling bertanggung jawab, karena mereka (dalam hal ini BI) tak memprpoduksi uang recehan dalam jumlah banyak dan massal. Jika peredaran uang recehan banyak, saya yakin tak akan pernah timbul masalah semacam ini. Harusnya problem macam ini bisa diatasi.
Asal tahu Black Community, di negara maju saja penggunaan uang recehan masih ditemui. Bahkan saat kita membayar bis, pengemudi bis biasanya menyediakan banyak uang kembalian dalam bentuk recehan. Mereka pastikan kita menerima kembalian sesuai harga tiket yang kita bayar.
Fakta yang sering dialami oleh pelanggan-pelanggan tak berdosa seperti Mas Udin. Tapi kalo saya nggak pernah belanja di Alfamart, di Indomart, jadi nggak pernah ‘sedekah kepaksa’. Sayang duitnya, mending beli di toko-toko biasa, milik orang biasa, dengan harga yang biasa, kembaliannya juga biasa. Kenapa saya pilih belanja di toko biasa milik orang biasa? Karena saya orang Indonesia yang biasa-biasa saja. Hehehehe…. HIDUPLAH INDONESIA RAYA ….