0 0
Read Time:3 Minute, 39 Second

Berita Warta Kota yang isinya copas itu (foto: Syaifuddin)

Masih ingat dengan kejadian copy paste yang sempat ramai dan membuat suasana panas di Kompasiana beberapa waktu lalu. Ternyata copas bukan hanya dilakukan para blogger yang kerap disebut jurnalis amatiran, tapi juga dilakukan oleh jurnalis beneran. Bahkan ini dilakukan media besar yang juga keluarga Kompas Gramedia.

Hari ini harian Warta Kota menurunkan laporan peringatan 80 tahun Jakob Oetama, pendiri kelompok Kompas Gramedia yang juga menaungi Warta Kota. Laporan di halaman satu itu diberi judul “Jakob Oetama: Selalu Bersyukur”. Sekilas tak ada yang aneh dengan isi laporan ulang tahun tokoh pers yang ketokohannya lintas media tersebut. Laporan itu diawali pernyataan Agung Adiprasetyo, CEO KKG mengenai JO yang mampu membawa KKG sebagai grup besar dan menaungi 100 ribu orang karyawan dan keluarganya.

Masalah baru muncul, di bawah pernyataan Agung, hampir semua isi berita itu adalah tulisan jurnalis senior Pepih Nugraha, mantan admin Kompasiana. Saya ingat benar karena kemarin (27 Sept) membaca tulisan Pepih di Kompas.com. Bahkan saya juga teringat akan kalimat terakhir tulisan Pepih seperti ini “Pada usianya yang ke-80, Jakob masih berkesempatan menyaksikan metamorfosa Newspaper menjadi Newsbrand tersebut”. Saya baca berulang kali laporan WK, tak ada sepatah katapun yang menyebut sumber dari Kompas.com apalagi nama wartawannya Pepih Nugraha.

Tak hanya di WK berita soal Jakob Oetama yang bersumber dari tulisan Pepih “disadap” habis. Di tribunnews.com pun demikian. Hanya bedanya di tribunnews.com disebut sumber berita dari Kompas.com.

Ini memang copas “resmi” yang terjadi dalam satu grup. Mungkin ini bisa dimaafkan. Dan bisa jadi KKG punya aturan main sendiri yang membolehkan copas satu grup tanpa menyebut sumber. Namun saya sendiri terusik dengan tindakan WK yang tak mengindahkan etika ini. Bagi saya, copas tetaplah pencurian hasil karya orang lain. Dan jelas ini bertentangan dengan cita-cita Jakob Oetama yang selalu menjunjung etika dalam berjunalistik.

Enak sekali ya asal comot tulisan orang! Sementara penulis/wartawan yang menuliskan butuh pemikiran dan kerja keras untuk melahirkan tulisan, walau sesederhana apapun tulisan itu.

——–

Ini tulisan Pepih Nugraha yang dimuat di Kompas.com. saya ambil dari komen blognya Julianto Simanjuntak:

Selasa, 27 September 2011 ini Jakob Oetama genap berusia 80 tahun. Pencapaian usia panjang ini patut disyukuri oleh keluarga dan kerabat dekat khususnya, serta karyawan Kompas Gramedia umumnya, mengingat pada usia sepuluh windu ini Jakob masih tetap dalam kondisi sehat dengan pikiran yang tetap cemerlang. Tidak dapat dipungkiri, fisik Jakob menuju ringkih, akan tetapi tidak demikian dengan pikiran dan pandangannya; selalu muda, segar dan mencerahkan. Saat Jakob berbicara di depan para karyawan Kompas Gramedia dalam berbagai kesempatan, khidmat selalu didapat. Bukan karena semata-mata penghormatan kepada sosok pendiri perusahaan yang mengakar ini, lebih karena tutur kata dan bicaranya selalu bernas, berisi, dan baru (novel).

Memulai karir sebagai guru sekolah menengah pertama di Jakarta awal tahun 1950-an, Jakob terjun ke dunia jurnalistik saat ia menjadi redaktur Mingguan Penabur tahun 1956, berlanjut mendirikan majalah Intisari tahun 1963. Bersama PK Ojong, dua tahun kemudian Jakob menerbitkan Harian Kompas untuk pertama kalinya 28 Juni 1965. Sepeninggal Ojong, Jakob meneruskan Harian Kompas sehingga mencapai puncak kejayaannya di bisnis harian cetak, hingga saat ini.

Jakob adalah orang yang merasakan benar pasang-surutnya Harian Kompas, khususnya setelah Kompas mengalami pemberangusan pada masa Soeharto berkuasa tahun 1978. Pemberangusan Harian Kompas memberi pelajaran tersendiri, sekaligus konsekuensi kehati-hatian yang tinggi yang tercermin lewat judul berita yang tidak provokatif. Pihak luar menyebut sinis Kompas tengah mempraktikkan “jurnalisme kepiting”, jurnalisme yang menunggu kesempatan mencapit tetapi diam jika terkena hardikan. Rupanya gaya yang menjadi sindirin pihak luar itulah yang terus dipraktikkan Jakob sebab baginya menyelamatkan ribuah karyawan dan keluarganya jauh lebih berarti daripada memenuhi selera gagah-gagahan, tetapi hanya sekali hidup setelah itu mati.

Jakob pada usianya yang mencapai 80 tahun hari ini, tetap semangat bekerja karena falsafah yang ditanamkannya adalah “bekerja adalah ibadah”, sebagai perluasan makna “Ora et Labora”. Maka tidak aneh jika Jakob tetap menyampaikan pidato tanpa teksnya yang bernilai saat syukuran lahirnya KompasTV beberapa pekan lalu. Jakob sendirilah yang menancapkan tonggak baru di lingkungan Kompas-Gramedia, bahwa Kompas tidak lagi sebuah “Newspaper”, tetapi sudah mewujud menjadi “Newsbrand”. Artinya, sebagaimana selalu ditekankan Jakob, konten Kompas tidak melulu hadir dalam bentuk print (cetak), tetapi juga dalam bentuk online, video, dan sejumlah aplikasi seperti iPad, PlayBook atau Android. Pada usianya yang ke-80, Jakob masih berkesempatan menyaksikan metamorfosa “Newspaper” menjadi “Newsbrand” tersebut. (PEP)

About Post Author

syaifuddin sayuti

Ex jurnalistik tv yang gemar makan dan travelling. social media addict, ex Kepsek Kelas Blogger, admin BRID.
Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %