Sebuah sms pendek “info indonesia center-malam ini ini, amigos bellagio kuningan pkl 7 malam. Ngariung bloggers dan shabat fbps bersama prbwo subinto. kehadiran anda sgt diharapkan” masuk di tengah deadline program Lintas 5 hari selasa. Sms itu saya terima pukul 15.15.
Terbayang ribetnya mengarungi jakarta di tengah kemacetan menuju kuningan dari kawasan gondangdia. jalan satu-satunya naik ojek!
Jakarta ternyata sudah tidak bersahabat buat siapapun, saya terjebak di belantara kemacetan yang rumit. Mobil saling sikut, motor beradu cepat. Dari mesjid sunda kelapa ke bellagio kuningan harus saya tempuh 1,5 jam.
Itu belum seberapa, beberapa kawan seperti admin Kompasaiana kang Pepih malah lebih parah, butuh 4 jam perjalanan dengan mobil dari Palmerah!
Sampai amigos beberapa blogger kondang kompasaiana sudah ngariung semeja. Ada mbak Linda, pak Pray yang baru sembuh sakit, Novrita, Yulyanto, mas Aris, dokter Anugrah, oom Jay dan beberapa yang sorry belum hapal namanya.
Setelah berhaha-hihi dan makan, mas Bowo baru datang pukul 20.40, terlambat jauh dari jadwal yang ditetapkan. Kami masih sabar menanti dan sedikit maklum karena siang harinya mas Bowo berkampanye akbar di Gelora Bung Karno.
Sebelum bicara mas Bowo sempat menyapa dan bersalaman dengan beberapa blogger kompasiana yang duduk di barisan depan.
Dan mas Bowo akhirnya memaparkan visi dan misinya sebagai capres. Tak ada yang baru, setidaknya bagi saya yang sudah mengamatinya di berbagai media setahun terakhir ini.
Ia mulai dengan alasan mengundang blogger bertemu, kenapa blogger dan bukan wartawan media main stream. Menurutnya, era internet menunjukkan informasi tak bisa lagi dibatasi.
Ia merasa perlu mengapresiasi aktivitas para blogger karena dianggap punya kekuatan yang lebih dahsyat dibanding jurnalis main stream. Sebab ia kerap dikecewakan media main stream, yang kerap sudah meliput dan mewawancarainya, namun jarang dimuat.
Untuk yang satu ini mas Bowo mahfum jika penyebabnya bukan karena kerja jurnalisnya, namun karena ada pembatasan di media lantaran faktor kepemilikan yang hanya pada segelintir orang.
Di luar paparannya soal kebebasan media, apa yang disampaikan mas Bowo semuanya berbau kampanye. Apakah salah? Tidak juga, tapi menurut saya kurang pas saja, seorang capres yang sudah disokong tim media yang kuat masih harus kampanye di depan komunitas blogger. Bukankah informasi mengenai siapa mas Bowo sudah begitu banyak menyebar di media?
Sayangnya, acara yang mestinya penuh spontanitas dari blogger, jadi searah. Meski blogger diberi kesempatan bicara, namun sangat terbatas. Justru mas Bowo terlalu dominan. Mestinya kesempatan bagi Blogger bicara diberi ruang lebih lega lagi.
Selain soal kelegaan bicara tadi, ada satu hal yang sangat mengganggu acara semalam. Khususnya di bagian ending, tiba-tiba ada seorang wanita –saya kurang yakin dia seorang blogger–yang tampil dengan bahasa campur aduk mendukung mas Bowo. Lho? Beberapa rekan sempat kaget, kok ada beginian? Sudah gitu ada kawan suporter mas Bowo yang minta kita bergabung sebagai suporternya. Hmmm…
Lebih ajaib lagi saat di ujung acara tampil sejumlah remaja dengan iringan lagu puja-puji memberi bunga dan menyampaikan (lagi-lagi) dukungan terhadap mas Bowo. Aduh, saya yang salah dengar atau ……? Kok seperti di jaman Orba dulu ya??
Sebuah antiklimaks dari Ngariung blogger!!