
20 Tahun Bersama
14 Desember kemarin saya dan istri menggenapi kebersamaan kami yang ke-20 tahun. Sebuah rentang perjalanan yang lumayan cukup lama, meski belum sebanding dengan prestasi yang dicapai bapak – ibu saya. Buat saya ini merupakan pencapaian yang luar biasa.
Bisa bertahan dalam sebuah biduk yang penuh ujian dan cobaan bukanlah persoalan mudah. Saya jadi lebih mengerti siapa pasangan saya. Selama 20 tahun saya telah gagal, gagal mengubah pasangan jadi seperti apa yang saya mau. Karena kami adalah dua pribadi yang berbeda, yang memiliki keunikan masing-masing. Saya bukan dia, dan begitu juga sebaliknya.
Dulu saat tahun awal pernikahan saya kira sebagai kepala keluarga saya bisa memaksakan kehendak saya dan meminta pasangan jadi seperti yang saya pikirkan dan inginkan. Tapi tahun berganti dan itu tidak lagi aktual. Saya punya wilayah pribadi yang tak bisa disentuh pasangan, begitu juga dia. Saya adalah saya, dia adalah dia.
Namun, diantara banyak perbedaan kami punya banyak pula kesamaan. Sama-sama ngeyelan, sebuah sikap yang sampai kini belum bisa kami hilangkan. Tapi kini ada bedanya. Kalau dulu saat ngeyel-ngeyelan seringkali tak ada titik temu dan bisa berakhir dipertengkaran. Sejurus waktu kami bisa saling paham, kapan saatnya nge-gas, kapan nginjak kopling dan kapan harus mengerem.
Kita bisa saling memahami, saat pasangan sedang in da mood emosinya, saya pastikan mengambil sikap diam. Pun begitu juga saat dia harus bawel, saya memilih tak menimpali. Ternyata formula ulur-tarik tadi berguna untuk mempertahankan kebersamaan kami. Sehingga kami bisa saling mengingatkan jika ada yang kebablasan. Pendek kata, semakin bertambah usia pernikahan kami pemahaman pada persoalan hidup bukan lagi terletak pada mempertahankan ego masing-masing, tapi lebih pada keinginan untuk saling mengisi. Kadang saya jadi teko, dia jadi gelas. Tapi bukan tak mungkin kondisi pun berbalik.
Ada yang bertanya, “Apa resep kelanggengan hubungan kalian?”. Terus terang kalau itu ditanyakan langsung ke saya bingung juga harus jawab apa. Dari semua hal yang saya ketahui dan rasakan, bisa jadi kepercayaan adalah sesuatu diatas segalanya dalam hubungan kami.
Saya percaya penuh pada pasangan. Saat dia bekerja dan bersosialisasi dengan banyak orang, saya berikan kebebasan penuh. Tak ada larangan ini itu, tak ada larangan bergaul dengan si-A atau si-X. Saat pasangan minta izin sekolah lagi pun saya dengan kesadaran penuh memberikan izin, meski ini beresiko saya dan juga anak-anak bakal sering ditinggal karena urusan perkuliahan tersebut.
Saya bukan tipe suami yang harus dilayani sepanjang waktu. Hidup bagi saya simpel. Jika tangan dan kaki saya masih bisa melayani diri sendiri mengapa harus bergantung pada pasangan. Begitu pula saya mengarahakan pasangan, sejak awal perkenalan kami semasa kuliah hal itu yang saya tegaskan. Istri saya yang sekarang adalah pribadi yang berkembang. Ia jauh lebih mandiri dari kondisi 20 tahun silam.
Saya tahu 20 tahun bagi kami masih jauh dari sempurna. Banyak mimpi yang belum terwujud, banyak keinginan pribadi maupun keluarga yang belum bisa kami raih. Tapi menyitir jargon sebuah kampanye politik, “Bersama Kita Bisa”. Dan itu kami yakini, kami adalah duet maut dalam banyak hal. Dan kami ingin bersama selama Allah meridhoi.
Terima kasih istriku, pasanganku, musuh diskusiku… tanpamu entahlah…denganmu okelah…
Happy anniversary!!
Selamat eniperseri yaaaa om, semoga om ama tante langgeng terus sampai maut memisahkan hehehe
amiin. makasih oom Cumi… saya sudah, oom kapan 20 th-nya? hehe…
Semoga diberkahi selalu ya pernikahannya, hingga maut datang menjemput dan dipertemukan kembali kelak di surga-Nya, Aamiin
amiin. makasih mbak Catcilku…