
Ceng Beng 2016 di Pangkalpinang (foto dokpri)
Ceng Beng atau Qing Ming adalah sembahyang kubur dalam tradisi Tionghoa. Bagi saya yang muslim mungkin sama dengan ziarah kubur. Mereka yang mengikuti tradisi ini berziarah ke makam leluhur, bisa orang tua, kakek, buyut atau siapapun yang dituakan. Tujuannya adalah menghormati mereka yang sudah tiada, mengingatnya dan berharap mereka yang sudah tiada beroleh kelapangan di alam kubur.
- Lilin Ceng Beng Pangkalpinang (foto dokpri)
- Lilin Ceng Beng Pangkalpinang (foto dokpri)
- Lilin Ceng Beng Pangkalpinang (foto dokpri)
- Lilin Ceng Beng Pangkapinang (foto dokpri)
Tahun ini saya hadir di Festival Ceng Beng 2016 yang diadakan di kota Pangkalpinang, Bangka Belitung. Sungguh sebuah pengalaman berkesan mempelajari budaya lain memperkaya khasanah pengetahuan, menghargai keragaman dan mencintai kehidupan.
Butuh stamina khusus dan mampu mengalahkan rasa kantuk untuk bisa melihat langsung puncak tradisi Cheng Beng. Minggu tengah malam (3/4) saya bersama beberapa kawan sudah tiba di kompleks Pekuburan Sentosa yang terletak di kota Pangkalpinang. Pekuburan ini berada di jalan Bukit Abadi di sisi Timur Jalan Soekarno Hatta Pangkalpinang, memanjang dari Utara ke arah Selatan. Luas keseluruhan areal pemakaman ini sekitar 19,9 hektar dengan jumlah makam sekitar 11.478 unit. Lumayan pegal juga jika harus mengelilingi seluruh lokasi pemakaman yang terluas di Asia Tenggara ini.

Panggung Ceng Beng Pangkalpinang (foto dokpri)
Karena semangatnya, kami tiba jauh lebih dulu daripada para peziarah yang umumnya berdatangan diatas pukul 03.00 dinihari. Kawasan pemakaman masih lengang. Hanya ada beberapa pemuda di gerbang yang berjaga di dekat lilin-lilin yang dipasang memanjang. Sementara sedikit keramaian terjadi di dalam areal pemakaman, tepatnya di bagian tengah dekat Paithin (tempat bersembahyang) yang tengah menyiapkan pernik festival seperti sound system, persembahan, panggung, hingga hiasan-hiasan.
Selepas pukul 03.00 arus kedatangan peziarah ke makam Sentosa meningkat. Satu persatu kendaraan memasuki areal pemakaman. Umumnya peziarah langsung menuju kuburan leluhurnya masing-masing yang lokasinya menyebar di sisi kiri dan kanan Paithin. Meski secara umum lokasi pekuburan Sentosa berada di tanah datar, namun ada beberapa bagian makam yang berada di perbukitan.
Berawal dari Paithin
Pusat keramaian Ceng Beng berawal dari Paithin atau rumah tempat sembahyang yang berada di tengah komplek pemakaman. Rumah bercat kuning terang itu lebih menyerupai pendopo sebab tak ada ruang-ruang sebagaimana sebuah rumah. Di bagian luar terdapat semacam altar tempat berdoa.

Paithin, Tempat Sembahyang
Sementara di bagian dalam Paithin ada lagi altar tempat berdoa yang ukurannya lebih besar. Di sekitarnya terdapat persembahan atau sesaji yang ditata unik menyerupai piramid. Sesaji yang ditata mengacu pada persembahan yang dibawa atau wajib dibawa oleh peziarah berupa Sam-sang (tiga jenis daging), Sam kuo (tiga macam buah-buahan) dan Cai choi (makanan vegetarian). Tiga jenis daging yang saya lihat di Paithin adalah daging babi, kambing, dan ayam. Sementara buah-buahan disediakan pear, jeruk, nanas dan apel. Sedangkan sesaji kue diantaranya kue mangkuk, kue ku dan kue lapis.

Sebagian Sesaji Cang Beng (foto dokpri)
Uniknya, yang datang ke Paithin ini biasanya adalah peziarah yang leluhurnya tidak diketahui makamnya. Mereka sengaja berdoa di sini agar arwah leluhur mereka mendapat tempat terbaik di surga.

Altar Doa Bagi Leluhur
Di bagian belakang Paithin ada sebuah ruang yang berisi foto para leluhur dari berbagai generasi. Umumnya para leluhur yang telah wafat puluhan tahun silam. Foto mereka diletakkan di sini karena tak jelas siapa anggota keluarganya.

Foto Leluhur Yang Tak Memiliki Keluarga
Memahami apa yang terlihat di ruangan ini bak menyelami kecintaan orang Tionghoa pada leluhur. Karena bagaimanapun mereka pernah ada, jadi bagian keluarga tertentu, meski banyak yang tak tahu lagi silsilah keluarganya.
*Laporan Ceng Beng belum berakhir, ikuti laporan saya di postingan berikutnya.
ternyata mereka juga berziarah yah…
baru tau… makasih info sealigus ilmunya,,, hehee
Koreksi sedikit boleh yah bang Udin… Sesaji atau persembahan setelah selesai acara tetep boleh dibawa pulang dan dimakan. Aku sudah tanya sama panitia yang ada di Paithin. Kalo yang makam pribadi biasanya dibagi-bagikan ke tetangga.
Nah ini yang debatable. tapi gak papa sih malah memperkaya khasanah budayanya. ada orang yang kutemui bilang boleh, ada yang bilang enggak boleh. ini bisa terjadi karena kepercayaan mereka berbeda.
waktu kecil, saya juga sering ikut (almarhum) nenek buat nemenin sembahyang pas cengbeng
kalo ga salah, di tangerang ada semacam pemakaman yg deket bandara *lupa
*jadi nostalgia….
oo kau ada keturunan Tionghoa? Kok gak keliatan…hehehe..
byuhhh… nungguin sampai pagi biar bisa fotoin kambing ehh gagal fokus
perjuangan banget tuh ngalahin ngantuknya
Mungkin Dzul, tapi itu statusnya adalah persembahan atau sesaji. Tapi menurut kepercayaan mereka pantang memakan sesaji itu karena sesaji diperuntukkan bagi arwah yang telah wafat.
Ngga serem ya tengah malam berada di area pekuburan? Tapi tradisinya unik juga yak…
agak spooky-spooky gimana gitu. tapi kan yg datang ribuan orang. berasa siang aja
Acara Ceng Beng menjadi tradisi tahunan di Pangkalpinang. Keren banget acaranya, dan mereka ini tetap menghormati para leluhur, biarpun tinggal jauh, mereka berkunjung demi para leluhurnya ya.
yang unik itu mereka meski sudah terpisah raga dan jarak namun tetap dibela-belain datang meski hanya beberapa jam saja di Pangkalpinang
Ritual keagamaan yang bisa diolah jadi moment lariwisata
pariwisata maksudnya kang?
Ini mungkin spt klu mau lebaran kali yaa. Rame2 ziarah mantaf pak liputannya…
mirip mbak, meski esensinya beda dengan ziarah kubur di Islam.
Terlihat cantik.
….
siapa yang terlihat cantik Lita?