0 0
Read Time:3 Minute, 45 Second

Perahu Di Dermaga Ramang ramang (foto dokpri)

Ramang-ramang. Berkunjung Ke Sulawesi Selatan jangan lupa menyambangi obyek wisata alam yang satu ini. Namanya bukit batu karst Ramang-ramang. Karst sendiri merupakan tebing batuan yang terbuat dari erosi bawah tanah. Di sini bertebaran batuan karst yang bentuknya indah dan beraneka ragam. Saat berada di dekatnya anda akan dibuat terkagum-kagum pada keindahan pahatan alam di bebatuan karst ini. Subhanallah kerennya, begitu reaksi saya melihat bukti Karst ini dari kejauhan.

Bersama beberapa traveller dari Jakarta saya berkunjung kemari September silam. Hari sudah cukup terik saat tiba di tempat parkirnya. Sebuah pilihan perjalanan yang kurang pas karena di lokasi minim tempat berteduh. Sekilas saya amati tempat ini belum terlalu keurus. Terlihat berantakan di sana sini, tempat parkirnya berbatu dan berdebu. Ternyata menurut warga setempat, musim kemarau memang saat tak nyaman berkunjung kemari.

Di dermaga yang menjadi pintu masuk ke objek wisatanya, kondisinya juga sebangun. Hanya ada tempat duduk terbuat dari kayu seadanya. Sepertinya sengaja dibuat seperti itu, toh umumnya pengunjung juga hanya butuh jeda sejenak di sini.

Objek wisata ini terletak di kabupaten Maros, tak jauh dari Makassar. Sekitar satu jam perjalanan menggunakan mobil carteran. Paling enak jika kemari dari bandara Sultan Hassanudin. Jaraknya lebih dekat. Jadi jika anda bermaksud berwisata ke Makassar dan ingin juga mengeksplor keindahan Ramang-ramang, sebaiknya kemari dulu sebelum masuk ke kota Makassar.

Berperahu membelah danau (foto dokpri)

Susur sungai dengan perahu bermesin tunggal (foto dokpri)

Untuk menikmati keindahan alam Ramang-ramang pengunjung harus menyewa perahu kayu bermesin tunggal yang bisa dinaiki dari dermaga di pintu masuk. Ada sejumlah perahu yang dioperasikan warga setempat. Sewa satu perahu harganya 250 ribu perak. Lumayan mahal kalau sendirian kemari, tapi jika datang rombongan bisa patungan berlima.

Perjalanan menikmati Ramang-ramang baru dimulai setelah anda diatas perahu untuk menyusuri sungai Puthe. Oiya, semua pengunjung biasanya dipinjamkan satu caping (topi tradisional yang terbuat dari dedaunan kering) untuk dipakai menghalau panas terik. Sayangnya tak semua pemilik perahu punya caping sejenis. Teman-teman saya yang naik di perahu berbeda tak diberikan caping karena sudah habis stoknya dipinjam pengunjung lain.

Perlengkapan standar lainnya yakni jaket pelampung juga tak banyak disediakan. Padahal perjalanan ke dalam lokasi praktis hanya menggunakan perahu. Mestinya semua pengunjung dipakaikan pelampung demi kenyamanan dan keamanan tentunya.

Sepanjang perahu berada di aliran sungai pengunjung akan dimanjakan dengan keelokan alam Ramang-ramang. Di beberapa spot batuan karst berukuran kecil menyembul di sungai sebagai perkenalan. Sementara di bagian kiri dan kanan sungai dipenuhi tanaman Nipah yang cukup lebat.

Sesekali saat berpapasan dengan  perahu lain perahu yang saya tumpangi terpaksa berhenti atau menepi, memberi jalan perahu dari arah berlawanan untuk lewat.

Diantara Celah Berbatu (foto dokpri)

Menyusuri Tebing Bebatuan Karst (foto dokpri)

Pemandangan selama berperahu sungguh menyenangkan. Tebing karst di kejauhan seolah memberi salam selamat datang. Beberapa kali kami juga harus melewati celah sempit berbatu yang (lagi-lagi) cakep bentuknya. Kamera dan gadget tak bisa lepas dari genggaman sepanjang area ini.

Selain menyaksikan keindahan batuan karst, tujuan akhir perahu kami adalah kampung Berua. Di sini adalah tempat terjauh di ramang-ramang yang menjadi objek tujuan para  pelancong. Di sini pengunjung mesti membayar retribusi tanda masuk lagi. Jumlahnya tak seberapa tapi entah mengapa tidak disatukan dengan sewa perahu di awal kedatangan.

 

Sebagian Keindahan Ramang-ramang (foto dokpri)

Sebagian Keindahan Ramang-ramang (foto dokpri)

Di desa ini semua pengunjung wajib turun karena lansekap pemandangannya luar biasa cantiknya. Kita dikelilingi bukit-bukti beraneka ukuran yang menjulang seperti menyembul dari tanah. Semua bukit karst ini tertutup tanaman yang sayang warnanya tidak cukup hijau lantaran kemarau.

Keindahan karst Maros ini mungkin cuma bisa ditandingi bukit karst di Hunnan, China Selatan atau lembah Arau di Sumatera Barat yang konon juga cantik itu. Saya hanya bisa bilang ‘konon’ lantaran belum sekalipun menjejak kedua tempat indah tersebut.

Bye Ramang-ramang (foto dokpri)

Bye Ramang-ramang (foto dokpri)

Selain menyaksikan keindahan bukit karst di sini sebenarnya pengunjung juga bisa mengikuti jelajah gua yang juga ada di kawasan ini. Sayangnya gua yang dimaksud berada cukup jauh dan jalannya lumayan menanjak membuat kami urung ke sana. Memang yang paling asyik berkunjung ke ramang-ramang adalah di sore hari. Suasananya lebih sejuk dan matahari pun sudah mulai beranjak ke peraduannya.

Setelah berpanas-panas, saya bisa berkesimpulan Ramang-ramang ini punya potensi sebagai tempat wisata andalan di Maros. Pemda setempat mesti selekasnya membenahinya dengan menyediakan sarana penunjang seperti tempat parkir yang lebih layak, dermaga yang lebih tertata, serta adanya kios souvenir. Sementara tempat makan sebaiknya jangan dibuat di dalam tempat wisata, cukup di sekitaran tempat parkir agar keindahan dan kebersihan wana wisata alam Ramang-ramang tetap terjaga.

About Post Author

syaifuddin sayuti

Ex jurnalistik tv yang gemar makan dan travelling. social media addict, ex Kepsek Kelas Blogger, admin BRID.
Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %