0 0
Read Time:2 Minute, 42 Second

Sudah lama saya geram menyaksikan program tv On The Spot yang tayang di Trans7 saban Senin-Jum’at jam 18.30 WIB. Tangan sudah gatal mau bikin postingan mengenai hal ini setelah lihat Linimasa di twitter banyak tweeps yang mengecam acara ini.

Buat yang belum pernah nonton, acara ini semula adalah kumpulan video klip yang diramu dengan sedikit informasi bombastis yang aneh tapi nyata. Dulunya program ini menghadirkan dua orang host, kalau tak salah salah satunya artis cilik Umay atau Amel.

Putar lagu mungkin sudah biasa dan banyak kita temukan di stasiun tv lain di negeri ini. Makanya Trans7 memberinya bobot lain dengan menyampurkan informasi kedalam deretan lagu-lagu populer.

Sayangnya konsep ini jadi keliatan aneh, kalau mau putar lagu ya putar lagu saja. Tapi kalau mau buat program informasi ya pisahkan dari lagu-lagu tadi.

Akhirnya seperti yang sekarang bisa kita lihat. Konsepnya jadi lebih sederhana, hanya menampilkan informasi sensasional tanpa memutar musik sama sekali. Bahkan kehadiran host pun kemudian dihilangkan.

Informasi yang tampil pasti diembel-embeli dengan yang serba 7 sesuai dengan nama stasiun tvnya. Entah itu 7 peristiwa alam teraneh, 7 pelangi terindah, atau 7 tsunami yang mengguncang dunia.

Tidak hanya yang sensasional, kadang mereka juga menampilkan tema sesuai headline berita surat kabar atau TV. Misalnya saat demam pernikahan Kate-william, mereka munculkan 7 pernikahan termahal. Pokoknya, dikait-kaitkan dengan situasi terkini.

Gambarnya? Ya dari youtube. Jika stok gambar tak memadai mereka akan ulang-ulang gambar yang minim demi durasi. Benar-benar program low budget. Tinggal bikin script, gambar sudah bercerita sendiri.

Selesai dan sesimpel itukah? Tidak.

Justru konten acara inilah yang menuai kritik banyak kalangan. Sepanjang acara Trans7 dengan sadar menggunakan footage untuk melengkapi narasi full dari Youtube, situs video sharing milik Google.

Lucu aja melihat video yang diunggah pembuatnya melalui Youtube sekedar untuk berbagi atau sharing, kemudian digunakan sebuah stasiun tv komersial. Bukan hanya satu dua video, tapi sepanjang acara selama setengah jam, video yang ditampilkan murni unduhan dari Youtube.

Apakah etis? Saya rasa tidak. Karena pastinya ada hak kekayaan intelektual yang dilecehkan. Bukan hanya Youtube atau Google, namun yang paling penting adalah para pengunggah video itu sendiri. Enak banget sumber dari Youtube digunakan untuk menjaring iklan, di program prime time pula.

Kalau saya representasi Youtube atau Google, akan saya gugat penggunaan semua bahan Youtube sebagai pengail iklan di acara tersebut. TV-nya kaya raya, sementara Youtube dan pengunggahnya tak mendapat apa-apa.

Adakah hal semacam ini bisa dikategorikan sebagai pencurian? Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mesti bicara soal ini. Ini menginjak-injak HAKI.

Memang tidak ada unsur pornografi atau konten yang meresahkan masyarakat, namun justru pengambilan sumber footage itulah yang jadi permasalahan.

Saya kira tak cukup etis rasanya mengambil milik orang lain dan hanya ditulisi “courtesy of Youtube”. Terlalu simpel. Menggampangkan.

Saya tidak begitu yakin ada perjanjian (agreement) antara Trans7 dengan Youtube dalam hal ini. Apa kata dunia jika melihat program macam ini. TV seharusnya adalah ladangnya kreativitas, bukan ladang pembajakan hasil karya orang lain.

Belakangan, kesuksesan On The Spot kemudian diikuti program sejenis bernama Hot Spot. Bedanya ini ditayangkan Global TV di siang hari. Ini biasa dalam industri tv yang sangat kejam kompetisinya. Sebuah program bakal ditiru habis oleh pesaingnya. Kadang kalau beruntung bisa mencuri rating-share. Tapi jika apes, capcai deh….

#tulisan 15 dari 365

About Post Author

syaifuddin sayuti

Ex jurnalistik tv yang gemar makan dan travelling. social media addict, ex Kepsek Kelas Blogger, admin BRID.
Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %