Indonesia negeri kepulauan, negeri dengan sejuta keindahan yang tiada tara. Beragam budaya, dari Sabang di Nangro Aceh Darussalam hingga Merauke di Papua. Tiap daerah memiliki beragam keunikan budaya yang tak dimiliki negeri manapun di dunia.
Sebagai negara yang memiliki keragaman budaya memang sepertinya sulit membingkai keunikan itu dalam satu dua kata. Beda sekali dengan negeri jiran Malaysia, Singapura atau Thailand. Mereka begitu mudah membuat jargon kampanye branding pariwisata dengan satu dua keyword. Budaya negara-negara di Asean kecuali Indonesia memang relatif lebih simpel. Di Malaysia, budaya yang kuat dalam masyarakat datang dari suku Melayu, China, serta India. Kompleksitas budayanya tak terlihat sekuat Indonesia. Begitu pula dengan Thailand atau Filipina.
Karenanya tak heran, kita begitu familiar dengan jargon-jargon seperti Malaysia Truly Asia, Uniqely Singapore, atau Amazing Thailand. Simpel, mengena dan meneror terus-menerus alam bawah sadar kita.
Mengapa kampanye pariwisata Malaysia, Singapura maupun Thailand begitu melekat di benak banyak orang? Bahkan menurut saya, kampanye mereka cukup berhasil meningkatkan statistik kunjungan turis tiap tahunnya.
Selain karena sosialisasinya yang baik, juga karena dilakukan secara masif di berbagai media. Malaysia misalnya, membenamkan banyak uang untuk promosi kepariwisataan. Konon tiap tahun mereka bisa mengalokasikan dana hingga 60 juta dolar Amerika hanya untuk promosi pariwisata. Sebuah angka yang cukup fantastis, setidaknya jika dibandingkan dengan Indonesia yang hanya seperenamnya atau sekitar 10 juta dolar Amerika.
Dengan anggaran yang begitu besar, Malaysia leluasa membuat cetak biru promosi pariwisata menggunakan berbagai media, lintas megara, lintas platform, dan dilakukan secara kreatif, terus-menerus sepanjang tahun. Karenanya jangan heran, jika hampir tiap hari kita menyaksikan iklan promosi wisata Malaysia di Tv lokal Indonesia atau jaringan TV internasional seperti CNN atau Asian Food Channel.
Bagi Indonesia apa yang dilakukan Malaysia adalah sebuah contoh nyata, keseriusan mengelola pariwisata akan berbuah pada citra yang baik bagi sebuah negara. Ujung-ujungnya ya kunjungan turis.
Mampukah Indonesia mengemas sebuah branding wisata yang mudah diingat, diperbincangkan di mana-mana dan menggugah banyak kalangan, terutama para traveller mancanegara? Saya amat sangat yakin kita bisa dan harus bisa.
Lalu, bagaimana branding bagi produk pariwisata kita? Apakah cukup dengan pulau Bali? Tentu tidak. Indonesia terlalu luas kalau harus disederhanakan sebagai Bali. Bali sudah memiliki branding yang kuat, bukan hanya di benak para wisatawan dunia tapi juga sudah sampai di hati mereka.
Untuk membuat branding tentang Indonesia saya kira kita harus mempertahankan perbedaan budaya yang dimiliki Indonesia. Anggaplah itu sebagai kekayaan yang membedakan negeri ini dari sodara serumpun Malaysia atau Thailand. Indonesia adalah negeri multikultural, tempat berkumpulnya aneka suku bangsa yang menyatu dalam satu Indonesia.
Saya ingat beberapa tahun silam sempat muncul jargon “Indonesia, Dangerously Beautiful”. Menurut saya ini sebuah jargon yang menarik dan kuat. Meski terkesan sedikit becanda, tapi jika dijadikan konsep bisa jadi sebuah branding yang luar biasa. Kalau hanya menggunakan jargon “Beautiful” mungkin sudah banyak yang menggunakannya, bahkan banyak yang mengklaim lebih “beautiful”.
Arti kata jargon itu kurang lebih melukiskan betapa berbahayanya keindahan yang dimiliki Indonesia. Dengan ribuan suku, budaya, adat istiadat, Indonesia adalah sebuah album keindahan yang berbahaya. Karena Indonesia tidak hanya memiliki Bali, tapi juga keindahan alam bawah laut Bunaken, keindahan tradisi Aceh, keraton Jogja yang masih terjaga tradisinya, hingga keunikan alam bumi Papua. Ini bisa multi tafsir, bisa luas interpretasinya.
Ini bisa diturunkan kedalam sub branding, misalnya di bidang seni, kita punya ribuan seni tradisi dari berbagai daerah. Kemudian di bidang kuliner, misalnya kekayaan kuliner kita bisa dianggap “berbahaya” karena menyajikan ribuan jenis makanan yang kesemuanya unik, lezat, dan khas Indonesia.
Bahaya-bahaya tadi mesti dikemas sedemikian rupa sehingga pesan kekayaan tradisi, budaya dan kulinari nusantara sampai di benak masyarakat.
Untuk mensosialisasikan gagasan branding ini diperlukan sinergi menyeluruh dari semua pemangku kebijakan, masyarakat dan dunia usaha. Karena pentingnya, ini harus jadi hajat nasional.
Satu yang tak boleh dilupakan, meskipun secara konsep sudah kuat namun eksekusi menjadi bahan iklan harus diperhatikan menyeluruh. Isi kampanye pariwisatanya mesti eye catching, enak dilihat, pesannya simpel dan mengena.
Distribusi pesannya pun jangan tanggung-tanggung. Selain untuk konsumsi dalam negeri, promosi juga harus dilakukan secara masif di berbagai media luar negeri bergengsi seperti channel berita tv internasional, channel tv wisata, media cetak, online dan radio. Pendek kata, masyarakat lokal, regional dan internasional kita kepung dengan materi promosi wisata Indonesia setiap hari.
Khusus untuk kampanye wisata di tingkat regional, kementrian Pariwisata maupun Dinas Pariwisata tiap daerah diharapkan pro-aktif membuat kampanye komunkasi yang melibatkan blogger-blogger lokal maupun blogger Asean lainnya. Misalnya mengundang sejumlah blogger untuk Live in di kawasan atau propinsi tertentu. Dan selama tinggal,mereka berinteraksi dengan budaya dan masyarakat serta menuliskan di blog masing-masing pengalaman mereka.
Kegiatan semacam itu dapat digelar secara kontinyu, bergiliran di sejumlah daerah dengan peserta blogger berbeda negara. Saya yakin cara promosi semacam ini jauh lebih murah dan mengena. Hasilnya pun bisa lebih dahsyat.
Tentunya cara berpromosi tidak hanya menggunakan satu cara, berbagai cara bisa dikombinasikan secara simultan, dikomunikasikan secara terus menerus. Ini memang pe-er yang menantang adrenalin. Entah mengapa saya masih menyimpan optimisme, pariwisata kita bisa kuat dan perkasa di Asia Tenggara. Kita punya modal untuk itu, apalagi kita memiliki komunitas pengguna social media yang jumlahnya sangat besar, bahkan bisa jadi yang terbesar di Asia Tenggara. Ini bisa jadi kekuatan dan modal besar. Saatnya Pariwisata Indonesia berbicara di era Komunitas Asean.
Indonesia, Dangerously Beautiful..
@syai_fuddin #2 #10DaysForAsean