Luar biasa effort yang dikeluarkan semua pihak dalam mengawal kasus dugaan suap dalam pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia tahun 2004. Kasus yang juga dikenal dengan kasus cek perjalanan dan melibatkan belasan anggota dewan sebagai tersangka dan terdakwanya ini benar-benar menyita perhatian. Namun makin kesini banyak keanehan dan kejanggalan yang terungkap begitu telanjangnya.
Kasus ini aneh karena sejak awal yang dikejar oleh KPK baru kelas penerima cek perjalanan. Sejumlah mantan anggota dewan meski sebagian sepakat menolak menerima cek perjalanan, sebagian lagi mengaku menerima cek perjalanan tersebut.
Sementara itu siapa yang menjadi pemberi cek perjalanan hingga kini tidak pernah terungkap, siapa dia dan apa kepentingannya, serba tidak jelas. Misteri ini tampaknya bakal panjang jalan ceritanya.
Nunun Nurbaeti, istri anggota DPR yang juga mantan Wakapolri Adang Darajatun, banyak disebut sebagai pembagi uang suap hingga kini tak tersentuh. Kabar yang menyatakan Nunun sakit di Singapura diragukan banyak kalangan. Ia diduga sengaja bersembunyi di negeri singa demi melindungi diri dari kejaran hukum.
Nunun sebegitu kuasakah sehingga hukum pun tak bisa menjamahnya? Hingga akhirnya Ketua KPK Busyro Muqodas mengumumkan bahwa Nunun sudah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus cek perjalanan, beberapa hari silam. Lucunya, Busyro menuturkannya di DPR saat dengar pendapat dengan KPK komisi 3 DPR. Lebih lucu lagi Nunun ternyata sudah ditetapkan sebagai TSK sejak akhir Februari silam.
Berarti nyaris 3 bulan publik sengaja tak diberitahu status seorang Nunun.
Ada apa ini?
Saya menduga ada bargaining dibalik fakta-fakta dan lambannya penyelidikan kasus ini. Nunun konon melindungi ‘orang besar’ yang berada dibalik kasus ini. Makanya pihak keluarga sengaja mengarang alibi bahwa Nunun terganggu kesehatannya, mengalami amnesia hingga tak bisa dihadirkan di depan meja hijau.
Sikap KPK yang ambigu membuat publik menduga-duga, ada apa dengan KPK. Apakah KPK kini tak lagi independen. Akahkah KPK hanya menyentuh para pelaku tingkat bawah. Namun terhadap ‘orang atas’ itu tak punya taji sama sekali.
Dan kemarin saya melihat wawancara di TV dengan suami Nunun Nurbaeti, Adang Darajatun yang membuat saya iba. Kasian sekali cinta pak Adang terhadap istrinya sepertinya telah membabi buta. Ia nyatakan tak akan menyerahkan istrinya pada KPK meski sudah menjadi tersangka sekalipun.
Saya jadi berpikir, jangan-jangan ada apa-apa antara Adang, istrinya, serta ‘orang besar’ yang berupaya dilindungi namanya itu.Benarkah Nunun adalah pemain tunggal atau pemain beranak-pinak?
Ketidak relaan Adang terhadap pemeriksaan istrinya oleh KPK sedikit banyak memperlihatkan mantan Wakapolri ini sebagai orang sok kuasa, tidak mengerti hukum dan berpeluang melakukan pelecehan terhadap rakyat sebagai pemegang keadulatan.
Mengapa Adang begitu takut dan protektifnya terhadap Nunun ? Bukankah jika ia menyerahkan istrinya untuk diperika di KPK, maka kasus ini akan terang benderang. Bisa saja di persidangan Nunun tak terbukti bersalah dan ia harus dibersihkan namanya. Kenapa kemungkinan semacam ini tak dipikirkan?
Melindungi istri dan keluarga adalah kewajiban seorang suami. Namun perlindungan seperti apakah yang bakal kita berikan jika ternyata ada anggota keluarga tersangkut kasus hukum.
Pak Adang, menyerahkan pelaku kejahatan bukan berarti menjebloskan ke penjara. Justru menghadiri persidangan adalah bentuk penghormatan terhadap institusi untuk menjelaskan sejelas-jelasnya mengenai persoalan tersebut.
Publik menunggu pak Adang. Akankah Adang bakal menyerahkan istrinya demi tegaknya persoalan? Ataukah membiarkan satu persatu terdakwa lain masuk penjara dan berujung pada kematian seperti dialami Poltak Sitorus dari PDIP ? Pilihan ada pada Adang Darajatun, akankah ia menjadi pecundang dengan ‘menyimpan’ seorang Nunun ataukah sebaliknya.
Kita tunggu langkah kuda KPK!
#tulisan 17 dari 365
Menurut pakar hukum pidana, dalam KUHAP tidak kewajiban dari salah satu anggota keluarga utk menyerahkan anggota keluarga lainnya yg terkena masalah hukum. Mencari para tersangka adalah tugas aparat penegak hukum. Dan dlm KUHAP tidak dihukum bagi anggota keluarga yang tdk mau memberitahu dimana keberadaan anggota keluarganya berada. Jadi sikap Pak Adang dibenarkan dalam KUHAP
awalnya dikira yang didalam karung tu kucing …. eehh gak taunya tikus kali yaa… gitu apa ya mass
tikus sama kucing bukannya sama-sama licik? hehe….
beginilah kalau kita salah pilih pemimpin. seperti beli kucing dalam karung.
2014 saatnya Indonesia bangkit dari keterpurukan. jangan gadaikan nasib bangsa ditangan orang-orang gak jelas. kita harus kenal dan tahu track record wakil rakyat dan pemimpin kita.
thx bung Habibi telah mampir.
di negeri ini keadilan nyaris menjadi barang langka. keadilan adalah bahasa ucapan, prakteknya? nanti dulu.
thx fadli atas kunjungannya.
Mungkin mereka “aparat terlibat” tidak tau bahwa apa yang diperbuat akan tercatat dalam sejarah, “SEBAGAI ORANG YANG MENYEBABKAN HANCURNYA NEGARA SEHINGGA DICACI SAMPAI 1000 TAHUN”, mereka sanggup menerima malu sampai anak cucunya untuk waktu yang sangat panjang. Kasihan ………….. ……….. ………….
Indonesia makin kacau aja yaaa
sebel Rusa sama Indonesia 🙁
eh gak juga, Rusa sebel sama aparatnya
makanya rusa dan blogger lainnya harus memberi inspirasi agar gak makin kacau. hehe… thx ya bos sudah mampir kemari.
tapi itulah indahnya Indonesia mas. politisinya bikin mbingungi!
Mas, negeri kita kok ruwet begini ya?
Padahal dbuat gak ruwet kan bisa ya?
Salam sehati