0 0
Read Time:3 Minute, 39 Second
Dua wajah Kompasiana, dulu dan kini

Dua wajah Kompasiana, dulu dan kini

Kemarin Kompasiana, media kebanggaan kita ini ternyata sudah berusia 5 tahun. Usia ini dihitung sejak Kompasiana ditetapkan sebagai Public Blogger dan bukan lagi Journalist Blogger. Antara Public dan Journalist adalah dua entitas yang berbeda. Saat menjadi Journalist Blogger, Kompasiana hanya bisa diisi oleh jurnalis Kompas Gramedia grup. Ide awalnya adalah menampung tulisan yang tak tertampung di media mainstream Kompas. Karena banyak liputan yang tak mungkin ditampilkan versi koran, entah karena alasan keterbatasan halaman, isu yang masih rahasia, atau terlalu ‘ringan’ jika dimuat di Kompas.

Harapannya saat itu banyak jurnalis Kompas yang mau dan sudi ngeblog di Kompasiana. Tapi rupanya masih sulit mengajak jurnalis Kompas ngeblog. Mungkin banyak yang belum familiar dengan dunia ngeblog. Akhirnya pada prakteknya ‘pemainnya’ Pepih Nugraha lagi Pepih Nugraha lagi. Sebagai moderator atau admin Kompasiana Pepih memang bertanggung jawab atas keberadaan Kompasiana. Hidup matinya Kompasiana (waktu itu) ada di tangannya. Karenanya, Pepih terlihat sangat menonjol di awal kehadiran Kompasiana.

Bahkan sempat terdengar guyonan jika ada Pilkada atau Pilpres mungkin Pepih bakal “jadi” karena popularitasnya begitu mencorong saat itu.

Saya termasuk ‘pengikut’ Kompasiana sejak masa Journalist Blogger di tahun 2008. Saat itu saya seperti menemukan ‘tempat’ mengintip ada apa dibalik sebuah berita. Bagi saya ini penting karena pekerjaan saya pun di bidang yang sama. Tapi entah mengapa saya geregetan karena hanya bisa jadi penonton. Mengapa hanya ‘orang dalam’ Kompas yang bisa masuk ke Kompasiana.

Pertanyaan saya kemudian menemukan jawabannya saat melihat tulisan seorang Prayitno Ramelan, seorang purnawirawan TNI AU yang menulis sebagai blogger tamu di Kompasiana. Lagi-lagi saya iri dengan pak Pray, kok pak Pray bisa kenapa saya enggak.

Dan hari itupun datang, Kompasiana akhirnya tidak lagi jadi media ekslusif bagi blogger jurnalis Kompas saja. Namun saat itu untuk masuk jadi penulis di Kompasiana tidaklah mudah. Mesti disaring dan dimoderasi dulu oleh kang Pepih. Sayapun akhirnya bisa ngeblog di Kompasiana, bersanding dengan nama-nama beken waktu itu seperti Prayitno Ramelan, Chappy Hakim dan juga Linda Djalil.

Postingan pertama saya di Kompasiana berjudul “Media dan Pemberitaan Amrozy”, diposting 14 November 2008. Tulisan saya mengenai pemberitaan kasus terorisme di televisi itu dikunjungi 1166 pembaca dan dikomentari 30 blogger. Jumlah pembaca tersebut tergolong banyak untuk ukuran sebuah media baru seperti Kompasiana. Saya hanya bisa bilang “Wow”.

Tulisan yang sama juga saya posting di blog saya yang lain. Dan sempat menuai protes dari sejumlah pendukung Amrozy. Bahkan ada yang mengancam bakal membunuh saya waktu itu.

5 Tahun Jadi Saksi Sekaligus Pelaku

Sepanjang 5 tahun apa yang saya dapat di Kompasiana? Terlalu banyak malah, sulit menjabarkan satu-satu. Saya akui Kompasiana bukanlah satu-satunya komunitas yang saya ikuti. Namun tempat ini adalah satu-satunya komunitas blog keroyokan yang membuat saya betah, nyaman, dan tetap kreatif.

Sejak kehadirannya di tahun 2008, Kompasiana telah melahirkan blogger dan penulis-penulis handal. Selain dua nama sesepuh yang saya sebut di atas, ada beberapa nama yang sempat memberi “warna” Kompasiana. Mungkin Kompasianer masih ingat dengan nama-nama seperti Linda Djalil, mantan wartawan di era Orde Baru yang tulisannya kerap membius pembacanya. Atau Mariska Lubis yang kerap memposting soal seks yang membuat pembacanya panas dingin dengan kisah-kisah uniknya. Dari mereka saya sempat mencuri ilmu menulis, gratis.

Di Kompasiana saya juga sempat melihat ‘gontok-gontokan’ ide yang menarik. Kadang hanya sekedar sahut-sahutan, beberapa menjadi benturan ide, namun tidak jarang menjadi sarkastis, melupakan norma perbincangan di depan umum. Namun semuanya menurut saya menjadikan Kompasiana dinamis. Indah saat dikenang, namun saat semua persoalan dialami kerap menimbulkan kegeraman tersendiri. Bahkan kerap jadi ajang caci maki bagi admin.

Buat saya hal yang paling membekas dalam perjalanan 5 tahun saya bersama Kompasiana adalah saat salah satu tulisan saya jadi bahan laporan polisi oleh seorang Kompasianer selebriti. Tulisan tersebut dianggapnya mencemarkan nama baiknya. Atas saran kang Pepih waktu itu saya abaikan kasus tersebut. Dan terbukti hingga kini tak ada kelanjutan lagi kasus tersebut. Anehnya, si selebriti masih penasaran dengan saya. Bulan lalu saat saya bertemu Kang Pepih, si selebriti kabarnya minta dipertemukan dengan saya untuk membicarakan persoalan itu.

Hari ini saya dapat kabar menggembirakan mengenai Kompasiana yang dibagikan kang Pepih melalui Facebook. Kompasiana kini berada di posisi 30 sebagai situs terbesar di Indonesia versi Alexa. Ini merupakan kado terbaik yang pernah Kompasiana terima. Bukan tak mungkin Kompasiana akan terus mendaki dan mendaki ke posisi teratas sebagai blog sosial paling besar di negeri ini.

Happy B’day Kompasiana…

About Post Author

syaifuddin sayuti

Ex jurnalistik tv yang gemar makan dan travelling. social media addict, ex Kepsek Kelas Blogger, admin BRID.
Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %